Minggu, 08 Desember 2013

Tadlis


1.      TADLIS
A.    Pengertian Tadlis
Tadlîs adalah bentuk mashdar dari fi’il muta’adi (kata kerja transitif) dallasa yang dibentuk dari fi’il lâzim (kata kerja intransitif) dalasa dan bentuk mashdar-nya ad-dalasu. Ad-Dalasu menurut al-Azhari dalam Tahdzîb al-Lughah artinya as-sawâd (hitam) wa azh-zhulmah (kegelapan). Menurut Ibn Faris dalam Maqâyis al-Lughah artinya adalah as-satru dan azh-zhulmah (penutup dan kegelapan). Jika dikatakan fulân lâ yudâlisuka artinya ia tidak menipumu dan tidak menyembunyikan sesuatu kepadamu hingga seolah-olah mendatangimu dalam kegelapan (Al-Jauhari, ash-Shihah fî al-Lughah).
Ini artinya dalam kata dallasa–yudallisu–tadlîs[an] terkandung makna: tidak menjelaskan sesuatu, menutupinya dan penipuan. Ibn Manzhur di dalam Lisân al-‘Arab mengatakan bahwa dallasa di dalam jual-beli dan dalam hal apa saja adalah tidak menjelaskan aib (cacat)-nya. Menurut Muhammad Rawas Qal’ah Ji, tadlîs artinya al-khidâ’ wa al-ibhâm wa at-tamwiyah (penipuan, kecurangan, penyamaran, penutupan) (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, Mu’jam Lughah al-Fuqahâ’, I/126).
Para fukaha mengartikan tadlîs di dalam jual-beli adalah menutupi aib barang (Al-Fairuz al-Abadi, al-Qâmûs al-Muhîth; Muhammad bin Abi al-Fath al-Ba’li, al-Muthalli’ ‘ala Abwab al-Fiqhi bab khiyâr at-tadlîs; al-Jurjani, at-Ta’rifât; al-Jawhari, ash-Shihâh fî al-Lughah). Hanya saja, dari deskripsi nas yang ada, tadlis tidak selalu dalam bentuk ditutupinya atau tidak dijelaskannya aib/cacat barang. Tadlis juga terjadi ketika barang (baik barang yang dijual atau kompensasinya baik berupa uang atau barang lain) ternyata tidak sesuai dengan yang dideskripsikan atau yang ditampakkan, meski tidak ada cacat. 


A.    Dalil Haramnya Tadlis
Tadlis hukumnya haram. Siapa saja yang melakukannya berdosa. Sebab, tadlis itu merupakan bagian dari penipuan dan Rasulullah saw. bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ غَسَّ  ( رواه مسلم )
“Tidak termasuk golongan kami orang yang menipu” (HR Muslim).
Rasulullah saw. juga secara jelas menyatakannya dengan frasa lâ yahillu (tidak halal) dalam hadis yang mendeskripsikan tadlis. Dari situ jelas bahwa tadlis merupakan tatacara perolehan harta yang diharamkan. Siapa saja yang memperoleh harta melalui tadlis, maka harta itu haram baginya dan secara syar’i ia tidak memiliki harta itu, meski ia kuasai. Allah akan mencabut berkah dari harta hasil tadlis itu. Rasulullah saw bersabda:
اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقًا فَإِنَّ تَفَرَّقًا وَبَيْنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعَهُمَا وَاِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مَحَقَتْ رَكَةَ بَيْعِهَا
Penjual dan pembeli memiliki khiyar selama belum berpisah. Jika keduanya berpisah dan berlaku transparan (menjelaskan barang dan harga apa adanya) maka diberikan berkah dalam jual-beli keduanya. Jika keduanya saling menyembunyikan (cacat) dan berdusta maka itu menghanguskan berkah jual-belinya (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud dan al-Baihaqi).
Tadlis yang menetapkan khiyar ada dua bentuk. Pertama: tadlis yang meningkatkan harga meski tidak ada aib, seperti memerahi wajah hamba sahaya perempuan, menghitam-kan rambutnya dan semacamnya, juga seperti membiarkan susu tetap di kambingnya, tidak diperah. Kedua: menutupi aib (Lihat: Muhammad bin Abi al-Fath al-Ba’li di dalam Al-Muthalli’ ‘ala Abwab al-Fiqhi bab khiyâr at-tadlîs).


A.    Macam – macam Tadlis dan Praktiknya dalam Perbankan
Kondisi ideal dalam pasar adalah apabila penjual dan pembeli mempunyai informasi yang sama tentang barang akan diperjualbelikan. apabila salah satu pihak tidak mempunyai informasi seperti yang dimiliki oleh pihak lain, maka salah satu pihak lain, maka salah satu pihak akan merasa dirugikan dan terjadi kecurangan/penipuan.
Dalam hal Tadlis ini terbagi dalam empat macam, yaitu Tadlis dalam kuantitas, Tadlis dalam kualitas, Tadlis dalam harga dan Tadlis pada waktu penyerahan.
a.       Tadlis dalam Kuantitas
Tadlis (penipuan) dalam kuantitas termasuk juga kegiatan menjual barang kuantitas sedikit dengan harga barang kuntitas banyak. Misalnya menjual baju sebanyak satu container karena jumlah banyak dan tidak mungkin untuk menghitung satu persatu penjual berusaha melakukan penipuan dengan mengurangi jumlah barang yang dikirim kepada pembeli. Perlakuan penjual yang tidak jujur selain merugikan pihak penjual juga merugikan pihak pembeli. Apapun tindakan penjual maupun pembeli yang tidak jujur akan mengalami penurunan utility.
b.      Tadlis dalam Kualitas
Tadlis (penipuan) dalam kualitas termasuk juga menyembunyikan cacat atau kualitas barang yang buruk yang tidak sesuai dengan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Contoh tadlis dalam kualitas adalah pada pasar penjualan computer bekas. Pedagang menjual computer bekas denagn kualifikasi Pentium III dalam kondisi 80% baik dengan harga Rp. 3.000.000,- pada kenyataanya tidak semua penjual menjual computer bekas dengan kualifikasi yang sama. Sebagian penjual menjual computer dengan kualifikasi dengan kualifikasi yang lebih rendah tetapi menjualnya dengan harga yang sama, pembeli yidak dapat membedakan mana computer denagn kualitas rendah mana computer dengan kulaitas yang lebih tinggi, hanya penjual saja yang mengetahui dengan pasti kualifikasi computer yang dijualnya.
c.       Tadlis dalam Harga
Tadlis (penipuan) dalam harga ini termasuk menjual harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar karena ketidaktahuan pembeli atau penjual. Telah terjadi di zaman Rasulullah SAW terhadap tadlis dalam harga yaitu: diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Umar “ kami pernah keluar mencegat orang-orang yang datang membawa hasil panen mereka dari luar kota, lalu kami mmembelinya dari mereka. Rasulullah SAW melarang kami membelinya sampai nanti barang tersebut dibawa kepasar”.
d.      Tadlis dalam waktu penyerahan
Sebagaimana dilarangnya Tadlis dalm kuantitas, kualitas dan dalam harga, Tadlis dalam waktu penyerahan pun dilarang. Contoh tadlis dalam hal ini ialah bila sipenjual tahu persis bahwa ia tidak akan dapat menyerahkan barang tepat apada waktu yang dijanjikan, namun ia sudah berjanji akan menyerahkan barang pada waktu yang telah dijanjikan. Seperti yang teraktub dalam hadits Nabi SAW, yang berbunyi :
وفي حديث عبدالله بن عمر رضيالله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:من ابتاع طعاما فلا يبيعه
 حتى يستوفيه. "أخرجه البخاري
“Dalam Hadits yang diriwiyatkan oleh Abdullah bin ‘Abbas r.a, Bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: Barang siapa menjual makanan, maka jangganlah engkau menjualnya sehingga kau mampu menyempurnakan penjualan tersebut”.
Walaupun konsekuensi tadlis dalam waktu tidak berkaitan  secara langsung dengan harga ataupun jumla barang yang ditransaksikan, namun masalah watu adalah sesuatu yang sangat penting.


Pengharaman Riba

 


Bab II
Pengharaman Riba

A.    Pengharaman Riba
1.      Pengertian Riba
Secara bahasa riba berarti “tambahan”, sedangkan menurut istilah para ahli fiqih Riba berarti aqad bagi sesuatu pertukaran barang-barang yang tertentu tetapi tidak diketahui persamaannya menurut kiraan syarak ketika aqad atau diketahui persamaannya dengan menggunakan kedua-dua pertukaran itu atau salah satu dari keduanya[1].
2.      Macam – macam Riba’
Jumhur Ulama ahli fiqih berpendapat bahwa riba terbagi menjadi tiga macam, diantaranya[2] :
a.       Riba’ Al-Fadhl – riba yang dibayar lebih pada satu pihak yang menukarkan barang. Contohnya : Satu kilo beras mahsuri ditukar dengan satu kilo beras yang lain ( berlainan kualiti dan jenis ).
b.      Riba’ Al-Yad - riba’ yang dibayar lebih kerana tidak diterima dalam majlis aqad jualbeli.Contohnya : Seseorang yang beraqad sebanyak Rp.100 tetapi apabila diluar aqad dibayar Rp.105.
c.       Riba’ Al-Nasi’ah – riba’ yang dibayar lebih kerana dilewatkan pembayarannya. Contohnya : Pinjaman sebanyak Rp 100 maka dibayar balik Rp 120

3.      Dalil – dalil Pengharaman Riba’
a.       Surah Al – Baqarah : 275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ
 فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.  Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya" (Q.S Al Baqarah : 257 )
                       
Adapun tahapan – tahapan pelarangan riba di dalam Al qur’an yaitu Allah tidak secra langsung mengharamkan riba’ tapi melalui beberapa tahap sebagai berikut :
a.  Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqqorub kepada allah SWT. Itu di dalam Al qur’an Surah Ar rum ayat 39.
b. Tahap kedua riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba. Itu di dalam Al qur’an Surah An-nisaa ayat 160-161.
c.   Tahap ketiga, riba di haramkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupan fenomena yang banya dipraktikan pada masa tersebut. Allah berfirma dalam Al qur’an Surah Ali Imran ayat 130.
d.      Tahap keempat, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba. Dalam Al Qur’an Surah Al-Baqarah  ayat 278-279.

4.      Hikmah Diharamkannya Riba’
Adapun hikmah diharamkannya riba’ diantaranya :
a.   Riba merupakan satu penindasan dan pemerasan terhadap orang-orang miskin kerana yang miskin bertambah miskin, fikirannya bertambah bimbang kerana memikirkan tentang bagaimana hendak membayar hutangnya yang sentiasa bertambah bunganya bila lambat dibayar.
b.      Pihak yang memakan riba’ akan bertambah kaya dan senang.
c.    Riba’ akan mendorong pemakannya hidup senang-lenang tanpa bekerja dan berusaha sedangkan Islam menggalakkan umatnya untuk berusaha dan bekerja.
d.   Riba boleh merenggangkan merosakkan perhubungan di antara orang kaya pemakan riba’






[1] .  Syeikh wahbah az zuhaini, fiqh al islam wa adhilatuhu, Darul Kutub Islamiyah, Bab Riba
[2] . Ibid
[3]  http://www.kajianpustaka.com/2012/11/teori-prinsip-bagi-hasil-syariah.html  diakses pada hari senin tanggal 1  oktober 2013